Pages

25 November 2008

Caritas Punya Ciri Khas Sendiri

Wawancara dengan Direktur CKS, Pastor Mikael To, Pr

RAMBUT keriting, kulit hitam manis menjadi ciri khas. Senyum ramah dan tutur bahasa lembut tak pernah lepas dari sosok Pastor Mikael To, Pr, Direktur Caritas Keuskupan Sibolga (CKS). Rabu (12/11) Erix Hutasoit (EH) berkesempatan melakukan wawancara dengan Pastor Mikael (PM). Wawancara menyinggung sejumlah topik. Direktur CKS periode 2008-2013 lugas menjawab. Demikian petikannya.



EH:Sebagai direktur, apa mandat yang diberikan Uskup kepada Pastor ?

PM:Saya diminta untuk melakukan dua hal. Pertama, menyelesaikan proyek yang sudah berlangsung bersama Pastor Raymond. Proyek yang mendapat dukungan dari Caritas Network. Kedua, menata Caritas sehingga mempunyai ciri khas sendiri.

EH: Ciri khas seperti apa ?

PM:Ada dua ciri khas itu. Pertama, soal keberpihakan. Caritas berpihak kepada orang yang miskin. Caritas hadir untuk memberdayakan orang-orang miskin, sehingga mereka bisa berkembang dengan kemampuannya. Kedua, Caritas tidak bisa dipisahkan dari Keuskupan Sibolga. Disanalah ciri khasnya. Caritas harus bekerja secara melekat dengan organisasi-organisasi yang ada di keuskupan. Misalnya untuk peningkatan taraf hidup (livelihood) Caritas telah bekerjasama dengan PSE.

EH:Kenapa harus seperti itu ?

PM:Caritas berbeda dengan NGO (Non Goverment Organization/Lembaga Swadaya Masyarakat) yang saat ini banyak membantu Pulau Nias. NGO-NGO bekerja untuk membangun kembali Pulau Nias. Setelah selesai, beberapa dari NGO itu pergi. Namun Caritas tidak demikian. Caritas akan berada disini selama Keuskupan Sibolga ada.

EH: Untuk ciri pertama, bagaimana Caritas akan melakukannya ?

PM: Di Pulau Nias, ada tiga masalah krusial yang perlu diperhatikan, yaitu : ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Namun perhatian Caritas lebih untuk memberdayakan. Kesehatan misalnya, kita tidak akan membangun rumah sakit atau mendatangkan dokter-dokter yang canggih-canggih. Kita lebih pada membangun komunitas yang mampu menghadapi masalah kesehatan. Kita punya metodologi Community Managed (CM) untuk melakukan itu..

EH:Bagaimana dengan pendidikan ?

PM:Kita juga tidak membangun sekolah-sekolah. Kita akan bekerjasama dengan sekolah dan yayasan yang sudah ada. Kita lebih fokus mendorong kesadaran masyarakat agar menyekolahkan anak-anaknya.Kepada pemerintah, kita mendorong agar menyediakan akses pendidikan yang lebih besar. Itu yang perlu dilakukan...

EH : Untuk ciri khas kedua?

PM:Kita membangun komunikasi yang lebih dekat dengan lembaga-lembaga yang ada di Keuskupan. Seperti program livelihood yang sudah kita mulai dengan PSE

EH:Soal pendanaan?

PM:Caritas tidak mungkin berharap dari donor selamanya. Apalagi setelah masa emergency berlalu. Caritas harus bisa mempunyai sumber pendapatan sendiri. Kita sudah mulai memikirkan itu. Salah satu yang kita lakukan adalah melalui proyek Caritas Centre. Kita berharap fasilitas yang kita bangun kelak, mampu membantu pendanaan Caritas.

EH :Apa mimpi Pastor terhadap Caritas ?

PM :Karena saya memiliki tiga titik perhatian yaitu ekonomi, pendidikan dan kesehatan, saya berharap ketika saya berhenti ditahun 2013. Sekurang-kurang nya Caritas sudah mampu meningkatkan taraf kehidupan sosial di Keuskupan Sibolga.

EH : Jika saya minta angka, berapa besar harapan Pastor?

PM : Kalau bisa, 60 persen lah.. (sambil tertawa).